Lembaga:

Dukung kami dengan donasi melalui Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58 a.n. Yayasan Fahmina

Saat Toleransi Ditulis, Bukan Sekadar Diseru: Anak Muda Lintas Iman dan Kisah Mereka tentang Ahmadiyah

Lewat workshop penulisan, anak muda lintas iman di Cirebon dan Majalengka merangkai narasi baru tentang Ahmadiyah—berangkat dari perjumpaan nyata, menuju tulisan yang membongkar prasangka.

Oleh: Zaenal Abidin*

Dua puluh orang muda dari berbagai latar belakang agama duduk dalam lingkaran. Suasana hangat dan akrab terasa sejak awal. Satu per satu memperkenalkan diri—ada yang dari agama Islam, Kristen, Katolik dari berbagai komunitas di Cirebon dan Majalengka. Beberapa tersenyum malu, sebagian lain langsung menyambung dengan cerita.

Di tengah lingkaran itu, Ulya menyampaikan harapannya dengan nada yang pelan namun pasti: “Semoga melalui pengalaman interaksi langsung ini, kita bisa perlahan mematahkan prasangka buruk terhadap Ahmadiyah.”

Workshop penulisan ini memang lebih dari sekadar pelatihan menulis. Ini adalah ruang reflektif, tempat para peserta menyusun ulang cara pandang mereka terhadap kelompok yang selama ini terstigma, tersudut, dan sering disalahpahami.

Dari Parung ke Halaman Buku

Beberapa bulan sebelumnya, para peserta melakukan kunjungan ke Markas Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Parung, Bogor. Sebuah pengalaman yang membuka mata dan hati.

Pengalaman itu menjadi pijakan dalam menulis. Didampingi Abdul Rosyidi, peneliti dan penulis dari Umah Ramah, para peserta mulai merangkai tulisan—berisi kisah, refleksi, dan pemahaman baru mereka tentang Ahmadiyah. Workshop pertama yang digelar 3 Mei 2025 membuka jalan bagi proses kreatif yang lebih dalam, dilanjutkan dengan sesi coaching dan finalisasi tulisan.

Menulis untuk Mengubah Narasi

Kegiatan ini digagas sebagai bagian dari inisiatif JISRA (Joint Initiative for Strategic Religious Action) yang berfokus pada isu keberagaman dan kebebasan beragama. Workshop ini menjadi ruang aman bagi anak muda lintas iman untuk mengolah pengalaman mereka menjadi narasi yang lebih adil dan manusiawi.

“Mereka tidak sedang menggurui atau menghakimi. Mereka sedang menulis sebagai sesama manusia yang ingin memahami dan dipahami,” ujar Rosyidi.

Dari Tulisan Menjadi Harapan

Dari proses ini akan lahir sebuah buku berjudul “Ahmadiyah di Mata Anak Muda Lintas Iman”. Bukan kumpulan teori, melainkan cerita nyata yang lahir dari interaksi, perjalanan, dan niat tulus memahami.

Ini bukan soal membenarkan Ahmadiyah atau siapa pun. Ini soal memberi ruang pada kebenaran yang sering diabaikan: bahwa setiap orang punya hak untuk dihargai.

Lewat tulisan-tulisan itu, anak-anak muda ini sedang menyusun harapan: tentang Indonesia yang tidak hanya berbeda, tapi juga saling menjaga. Dan mungkin, dari ruang BLK yang sederhana itu, sedang tumbuh sebuah narasi besar tentang toleransi. []

*Staf Departemen Pengelolaan Data, Pengembangan Jaringan dan Media

Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58 a.n. Yayasan Fahmina

Terkait

Refleksi 26 Tahun Reformasi: Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pemerintah Tuntaskan Agenda Reformasi

Jakarta, 21 Mei 2025 — Tanggal 21 Mei dikenal sebagai titik balik sejarah politik Indonesia: hari ketika Soeharto mengundurkan...

Populer

Artikel Lainnya