Dari ruang virtual yang terhubung dengan ratusan peserta di Gedung UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon (SSC), Nyai Hj. Badriyah Fayumi menyampaikan pesan yang menggugah: ulama perempuan harus menjadi pelopor keulamaan yang inklusif dan ramah terhadap penyandang disabilitas.
Seruan itu disampaikannya secara daring melalui Zoom dalam Konferensi Nasional bertema “Memperkuat Peran Keulamaan untuk Hak-hak Disabilitas” yang digelar oleh Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) bekerja sama dengan UIN SSC pada 21 Oktober 2025.
“Kami bangga kepada para ulama perempuan, tokoh pelopor, dan penggerak hak-hak disabilitas jaringan KUPI. Mereka bekerja dengan penuh dedikasi di kampus, pesantren, dan komunitasnya masing-masing, memastikan nilai-nilai keislaman menjadi sumber kekuatan bagi perjuangan inklusif,” ujar Nyai Badriyah dalam sambutan daringnya.
Konferensi ini menjadi momentum penting bagi para ulama perempuan untuk menegaskan kembali bahwa Islam rahmatan lil alamin harus benar-benar hadir bagi seluruh manusia — termasuk penyandang disabilitas.
Kampus Ramah Disabilitas: Komitmen Nyata dari Dunia Pendidikan Islam
Dalam sambutannya, Nyai Badriyah mengapresiasi langkah konkret sejumlah perguruan tinggi Islam yang mulai membuka diri terhadap keberagaman dan kebutuhan kelompok difabel.
Ia menyoroti tiga kampus yang telah menandatangani kerja sama menuju kampus ramah disabilitas — UIN Sunan Ampel Tulungagung, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan UIN Cirebon.
Dari UIN Tulungagung, hadir tiga ulama perempuan pelopor: Nyai Lailatul Zuhriah, Nyai Arifah Milati, dan Nyai Halimatus Sa’diah.
Sementara dari UIN Malang, penandatanganan dilakukan langsung oleh Prof. Dr. Ilfi Nur Diana, rektor sekaligus ulama perempuan pesantren yang lama berkiprah dalam isu keadilan sosial dan disabilitas.
Nyai Badriyah juga memberikan apresiasi kepada Pesantren Al-Falah Salatiga yang telah mengajarkan bahasa isyarat kepada para santrinya, sebuah langkah progresif yang menandai bahwa pesantren dapat menjadi ruang pendidikan yang terbuka dan ramah bagi difabel.
“Para ulama perempuan ini adalah pelopor pemenuhan hak-hak disabilitas yang layak kita hormati. Mereka membuktikan bahwa keulamaan tidak berhenti di ruang teori, tetapi hadir nyata dalam kerja sosial, pendidikan, dan pelayanan kemanusiaan,” tegasnya.
UIN SSC: Kampus Bersejarah dalam Perjalanan KUPI
Nyai Badriyah juga menegaskan alasan pentingnya UIN SSC dipilih sebagai tuan rumah konferensi.
Menurutnya, kampus ini memiliki jejak historis yang kuat dalam perjalanan KUPI. Pada tahun 2017, UIN Cirebon menjadi tuan rumah Konferensi Internasional KUPI pertama, yang dihadiri oleh 11 negara dan ratusan ulama perempuan dari berbagai wilayah Indonesia.
“UIN Cirebon adalah kampus bersejarah bagi KUPI. Delapan tahun lalu, di sini kita meneguhkan eksistensi dan peran ulama perempuan dalam menafsirkan Islam yang berkeadilan. Kini, kampus ini kembali menjadi saksi lahirnya kesadaran baru tentang keulamaan inklusif bagi penyandang disabilitas,” ujarnya.
Kehadiran konferensi ini menandai langkah baru KUPI — dari fase deklarasi menuju penguatan jejaring dan aksi nyata di bidang kemanusiaan dan keadilan sosial.
Melalui sambutan daringnya, Nyai Badriyah menyampaikan apresiasi tinggi kepada Rektor UIN SSC, Prof. Dr. H. Aan Jaelani, serta seluruh sivitas akademika atas dukungan penuh terhadap pelaksanaan konferensi ini.
“Kami menyampaikan terima kasih setinggi-tingginya kepada UIN SSC yang telah menyediakan tempat, dukungan dana, sumber daya, hingga jejaring. Dukungan dari Cirebon ini akan tercatat sebagai bagian dari sejarah yang membanggakan,” katanya.
Ia juga memberikan penghormatan kepada Nyai Hajah Masriah, pengampu studi gender, anak, dan disabilitas, serta Nyai Maulidia Ulfah, dosen aktif yang turut menggerakkan pelaksanaan konferensi dan kegiatan akademik di UIN SSC.
“Keduanya adalah contoh nyata ulama perempuan kampus yang tidak hanya berpikir dengan nalar, tapi juga bekerja dengan hati,” tuturnya penuh penghargaan.
Dari Ruang Akademik ke Gerakan Kemanusiaan
Bagi KUPI, isu disabilitas bukan sekadar topik tambahan, melainkan bagian inti dari nilai keulamaan Islam yang berkeadilan dan penuh kasih.
KUPI berupaya memastikan nilai rahmah, keadilan, dan penghormatan terhadap martabat manusia terwujud dalam kehidupan sosial, pendidikan, dan keagamaan.
Dengan menggandeng kampus-kampus Islam dan pesantren, KUPI memperluas gerak menuju keulamaan yang transformatif — keulamaan yang tidak berhenti pada teks dan tafsir, tetapi berakar pada kerja-kerja nyata bagi mereka yang selama ini terpinggirkan.
“Dari Cirebon ini, semoga lahir gelombang baru keulamaan perempuan yang ramah, adil, dan inklusif — yang menghadirkan Islam sebagai kekuatan pembebasan bagi semua,” pungkas Nyai Badriyah menutup sambutan daringnya. []



