“Terorisme adalah kejahatan luar biasa. Karena itu, upaya pencegahannya juga harus luar biasa, dengan deteksi dini dan keterlibatan masyarakat sejak awal,” Alifatul Arifiati Staff Manajer Program Yayasan Fahmina
CIREBON – Terorisme masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat. Meski kadang terasa jauh, faktanya bibit-bibit ekstremisme bisa tumbuh di tengah lingkungan sehari-hari tanpa disadari. Sekali muncul dalam bentuk aksi, dampaknya sangat besar dan merugikan banyak orang.
Karena itu, berbagai pihak di tingkat lokal mulai menginisiasi penyusunan Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAD-PE). Langkah ini dilakukan sebagai turunan dari Rencana Aksi Nasional (RAN) PE 2025–2029 yang kini sedang disiapkan pemerintah pusat.
Di Kabupaten Cirebon, pembentukan RAD-PE digarap serius oleh Tim Perumus (PRUMUS) yang sudah mendapatkan Surat Keputusan Kepala Kesbangpol. Tim ini beranggotakan unsur pemerintah daerah, aparat penegak hukum seperti Densus 88, organisasi masyarakat sipil seperti Yayasan Fahmina, serta kelompok perempuan muda yang tergabung dalam Fatayat NU.
“Terorisme adalah kejahatan luar biasa. Karena itu, upaya pencegahan juga harus luar biasa. Masyarakat sering tidak sadar kalau di sekitarnya ada bibit-bibit ekstremisme. Maka penting ada mekanisme deteksi dini dan pencegahan sejak awal,” ujar Alifatul Arifiati, anggota Tim PRUMUS dari Yayasan Fahmina, saat ditemui di Cirebon, Kamis, 18 September 2025.

Dari Pilar ke Tematik
Menurut Alifatul, penyusunan RAD-PE di Cirebon sudah melalui tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama digelar internal Yayasan Fahmina untuk memetakan kebutuhan dan strategi. Pertemuan kedua dan ketiga melibatkan tim besar PRUMUS lintas unsur.
“Di pertemuan awal, kita menyepakati timeline agar November nanti RAD-PE Kabupaten Cirebon sudah bisa diluncurkan. Pertemuan berikutnya digunakan untuk update situasi dan brainstorming. Kami mendata kelompok-kelompok yang potensial terpapar ekstremisme, sekaligus mengumpulkan data penyebaran jejaring ekstremis di Kabupaten Cirebon,” jelasnya.
Meski RAN PE 2025–2029 secara nasional belum resmi disahkan, PRUMUS Kabupaten Cirebon sudah menyesuaikan draf dengan pola terbaru. Jika pada tahap pertama RAN menggunakan pilar-pilar sebagai pendekatan, pada tahap kedua akan dipakai pola tematik.
“Bedanya hanya di modelnya saja. Secara garis besar tetap ada pencegahan, penanggulangan, hingga rehabilitasi. Kami ingin daerah sudah siap dengan rancangan yang sesuai arah kebijakan nasional,” tambah Alifatul.

Lintas Kabupaten-Kota
Alifatul menekankan pentingnya kerja lintas kabupaten/kota dalam menyusun RAD-PE. Sebab, jaringan terorisme tidak mengenal batas administrasi.
“Misalnya ada pelaku dengan KTP Kabupaten Cirebon, tapi domisilinya di Kota Cirebon. Atau sebaliknya, orangnya tinggal di Kabupaten Cirebon tapi keterlibatannya di jaringan Kota. Kalau tiap daerah punya RAD-PE, maka akan saling terintegrasi dan memperkuat kolaborasi,” katanya.
Selain Kabupaten Cirebon, upaya serupa juga mulai dilakukan di Kota Cirebon, Majalengka, dan Indramayu. Kota Cirebon sudah melakukan pertemuan awal dengan Kesbangpol, sementara Majalengka sedang menyiapkan audiensi dengan DPRD. Adapun di Indramayu, komunikasi lebih intensif dilakukan bersama DPRD sehingga kemungkinan RAD-PE akan berbentuk peraturan daerah (perda).
“Kalau lewat eksekutif, biasanya kebijakan RAD-PE lahir dalam bentuk peraturan bupati atau peraturan wali kota. Tapi kalau inisiatifnya kuat dari DPRD, maka bisa jadi perda. Itu lebih mengikat,” jelas Alifatul.
Reintegrasi Eks-Napiter
Salah satu isu penting yang masuk dalam draf RAD-PE adalah soal reintegrasi sosial bagi eks-narapidana terorisme (eks-Napiter). Setelah menjalani hukuman, para eks-Napiter akan kembali ke masyarakat.
“Kalau tidak ada ruang untuk mereka hidup normal, ada risiko mereka kembali ke jaringan lama. Karena itu masyarakat perlu didorong untuk bisa menerima, memberi ruang, dan memastikan mereka tidak lagi terlibat ekstremisme,” kata Alifatul.

Sinergi dengan Pemerintah Daerah
Kesbangpol Kota Cirebon menyambut baik inisiatif ini. “Kami siap memfasilitasi proses tercatatnya organisasi masyarakat sipil yang terlibat, agar koordinasi menjadi lebih enak dan resmi. Prinsipnya, Kesbangpol mendukung langkah-langkah kolaborasi pencegahan ekstremisme karena ini menyangkut keamanan dan ketahanan sosial kita bersama,” ujar Mira Anugrah Satyanie, Kepala Bidang Kewaspadaan Nasional dan Penanganan Konflik, Kesbangpol Kota Cirebon.
Sementara itu, Ketua Yayasan Fahmina, Marzuki Rais menegaskan bahwa peran masyarakat sipil sangat krusial dalam upaya pencegahan. “Kami percaya kerja-kerja melawan ekstremisme tidak bisa hanya mengandalkan aparat. Perlu dukungan komunitas, tokoh agama, dan warga di akar rumput. RAD-PE menjadi payung bersama agar kerja kolaboratif ini lebih terarah,” ungkapnya.
Dengan dukungan penuh dari Kesbangpol Kabupaten Cirebon, Tim PRUMUS optimistis RAD-PE bisa dilaunching pada November mendatang. Target ini penting agar daerah memiliki pedoman resmi untuk mencegah dan menanggulangi ekstremisme yang mengarah pada terorisme.
“Terorisme itu jaringan, lintas ruang, lintas kota. Maka perlawanan terhadap ekstremisme juga harus kolaboratif. Kami berharap RAD-PE di Kabupaten Cirebon bisa menjadi model bagi daerah lain di Ciayumajakuning,” tutup Alifatul. [] (ZA)



