Lembaga:

Dukung kami dengan donasi melalui Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58 a.n. Yayasan Fahmina

Universalitas Ajaran Islam (1)

Oleh: Noer Fahmiatul Ilmia

Secara historis, Islam diturunkan di Jazirah Arab. Namun, meskipun ajaran ini pertama kali muncul di sana, risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW bersifat universal—ditujukan kepada seluruh umat manusia, tanpa membedakan ras, bangsa, maupun bahasa (QS. Saba: 28). Islam adalah agama yang mengusung nilai-nilai kasih sayang, keadilan, dan keberpihakan terhadap mereka yang lemah. Ajaran-ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad tidak bersifat eksklusif untuk kelompok tertentu, melainkan berlaku umum dan menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia: individu maupun kolektif, spiritual, sosial, ekonomi, dan politik.

Universalitas ajaran Islam tercermin dalam sifatnya yang inklusif. Islam bukan hanya mengajarkan kebaikan kepada sesama manusia, tetapi juga menumbuhkan cinta kasih kepada seluruh makhluk Tuhan yang ada di alam semesta.

Namun, jika melihat realitas saat ini, universalitas Islam kerap hanya menjadi romantisme atau wacana teoritis semata. Sebagian kelompok fundamentalis dan radikal justru menampilkan wajah Islam yang intoleran dan penuh kekerasan. Akibatnya, muncul stigma dari kalangan Islamofobia bahwa Islam adalah agama yang kejam dan mengajarkan kekerasan. Bahkan, tak jarang antar sesama Muslim saling mengkafirkan hanya karena perbedaan tafsir terhadap teks agama. Perbedaan interpretasi ini sering kali melahirkan klaim kebenaran yang eksklusif dan menyebabkan perpecahan internal di kalangan umat Islam. Ironisnya, umat justru terjebak dalam perdebatan yang berkutat pada teks, dan melupakan bahwa ajaran agama hadir untuk membawa perubahan sosial dan perbaikan masyarakat.

Padahal, kehadiran Islam telah berhasil mengubah masyarakat Arab dari era Jahiliyah menjadi masyarakat yang berperadaban. Nabi Muhammad merombak sistem sosial yang berbasis kesukuan menjadi sistem umat yang mengedepankan persaudaraan. Keyakinan politeistik digantikan dengan tauhid, moralitas yang rapuh diperkuat, dan hukum yang menindas digantikan dengan keadilan syariat yang berdasarkan wahyu.

Universalitas ajaran Islam juga ditegaskan dalam Al-Qur’an, saat Allah berfirman bahwa Nabi Muhammad diutus sebagai “rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya: 107). Dalam tafsir Ibn Katsir, ayat ini menegaskan bahwa diutusnya Nabi Muhammad membawa rahmat, kasih sayang, dan keadilan bagi seluruh makhluk. Dalam perspektif Universal Message Theory (teori risalah universal), Islam dipandang sebagai risalah insaniyah ‘alamiyah—risalah kemanusiaan yang bersifat global.

Ajaran Islam pun memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman. Melalui prinsip ijtihad dan fleksibilitas dalam aspek-aspek yang tidak prinsipil, Islam dapat mengakomodasi keberagaman budaya dan kondisi sosial. Prinsip-prinsip dasar Islam bersifat transenden, sementara penerapannya dapat berkembang sesuai konteks. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Fazlur Rahman dalam bukunya Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (1982), nilai-nilai pokok dalam Islam bersifat moral dan universal, yang dapat diaplikasikan dalam berbagai situasi sosial dan historis umat manusia.

Oleh karena itu, kita perlu merefleksikan bahwa Islam tidak hanya hadir sebagai agama yang mengatur aspek ritual semata, tetapi sebagai sistem nilai yang utuh dan relevan untuk dijadikan pedoman hidup lintas zaman. Jika Tuhan mengajarkan kedamaian, mengapa kita justru menciptakan perpecahan? Tabik. []

Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58 a.n. Yayasan Fahmina

Terkait

Bukan Pedang tapi Pelukan: Dakwah Nusantara Merawat Moderasi di Tengah Radikalisasi Virtual

Oleh: Muhammad Nashrul Abdillah "Di tengah radikalisasi virtual, yang kita butuhkan bukan pedang, melainkan pelukan yang meneduhkan." Keseimbangan antara nilai universal...

Populer

Artikel Lainnya