Lembaga:

Dukung kami dengan donasi melalui Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58 a.n. Yayasan Fahmina

Merayakan Perjumpaan dalam Perbedaan: Sekolah Agama dan Kepercayaan Angkatan Ke-2 di Pura Jati Agung Pramana

Dialog lintas iman terus dikembangkan Fahmina lewat SAK, membuka ruang belajar langsung dari sumber kepercayaan masing-masing. Kali ini, peserta menyelami nilai-nilai agama Hindu secara langsung di rumah ibadahnya.

Oleh: Zaenal Abidin

Sekolah Agama dan Kepercayaan (SAK) Angkatan ke-2 kembali digelar oleh Yayasan Fahmina pada Sabtu, 28 Juni 2025, bertempat di Pura Jati Agung Pramana. Kegiatan ini menjadi salah satu ikhtiar mempertemukan generasi muda lintas iman dalam ruang belajar yang setara, terbuka, dan langsung dari sumbernya.

Dipandu oleh Komala Dewi, acara dibuka dengan lagu Indonesia Raya dan sambutan hangat dari Ketua Yayasan Fahmina, Marzuki Rais, yang menekankan pentingnya mengenal keberagaman dari akarnya, bukan sekadar dari buku ajar yang bias.

“Kita ingin belajar agama-agama langsung dari sumbernya, bukan hanya dari interpretasi luar. Dalam perbedaan jalan, kita menuju Tuhan yang sama,” tegas Marzuki.

SAK ke-2 ini diikuti oleh 30 peserta muda dari berbagai latar belakang agama, daerah, dan komunitas. Mereka tidak hanya berasal dari wilayah Cirebon, tetapi juga dari luar kota seperti Riau, Jepara, hingga Sumatera Utara. Dalam sesi perkenalan yang dipandu fasilitator Kang Rosidin, peserta saling membagikan latar belakang agama, komunitas, dan hobinya—menciptakan jembatan awal yang hangat.

Sambutan dari tuan rumah, Dewa Made Budiana, menegaskan bahwa rumah ibadah bukan hanya tempat ibadah umat tertentu, tapi juga tempat belajar bersama bagi siapa pun yang ingin mengenal lebih dalam.

“Tujuan kita sama. Jangan sampai kita hanya sibuk mempermasalahkan ‘alatnya’, padahal yang dituju adalah hal yang sama: kebaikan dan ketuhanan,” ujarnya.

Menyelami Hindu dari Sumbernya

Materi utama difokuskan pada pengenalan ajaran Hindu secara langsung. Tiga topik utama yang dibahas: sejarah dan pokok ajaran Hindu, Ritual dan simbol-simbol suci dan sistem penanaman nilai dan praktik keseharian umat Hindu.

Dewa Made Budiana yang juga pemateri menyampaikan bahwa Hindu tidak lahir dari satu tokoh melainkan dari para Sapta Rsi. Sejarahnya di Nusantara pun panjang, sejak abad ke-4 M hingga masa kejayaan Majapahit. Kini, Hindu bukan hanya di Bali, tapi telah tumbuh di berbagai daerah di Indonesia.

Filsafat Hindu dikenalkan melalui tiga pilar utama: Tattwa (filsafat dan pengetahuan), Susila (etika hidup), dan Upacara (ritual).

Ritual Hindu juga dikaitkan dengan nilai pengorbanan dan keharmonisan dengan alam melalui Yadnya, yang terdiri dari Panca Yadnya: persembahan kepada Tuhan, leluhur, orang suci, sesama manusia, dan alam.

Simbol-simbol Hindu seperti Swastika dan aksara suci Om (AUM) juga dijelaskan maknanya secara filosofis, bukan sekadar bentuk visual.

Pendidikan Agama Sebagai Jalan Hidup

Pendidikan Hindu, menurut narasumber, tidak hanya dibangun melalui institusi formal tapi juga melalui desa adat, komunitas banjar, rumah ibadah (pura), dan kesenian tradisional. Kegiatan ini menegaskan bahwa agama bukan hanya doktrin, tetapi juga way of life—jalan hidup yang membumi.

Di akhir sesi, para peserta menyampaikan kesan yang mendalam karena bisa melihat dan belajar langsung dari sumbernya, bukan hanya lewat buku atau media sosial. Mereka juga mengapresiasi ruang yang aman dan setara untuk bertanya, berdialog, dan membangun empati.

“SAK adalah jembatan lintas iman. Ia bukan hanya tentang belajar agama lain, tapi juga tentang mengenali kembali kemanusiaan kita,” ujar Kang Rosidin menutup sesi pembelajaran. []

Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58 a.n. Yayasan Fahmina

Terkait

Mengurai Akar Disabilitas dan Mendorong Pemberdayaan Difabel dalam Keluarga dan Masyarakat

Oleh: Zaenal Abidin Pelatihan penguatan hak-hak disabilitas yang digagas oleh Yayasan Fahmina kembali digelar untuk ketiga kalinya pada Jumat, 4...

Populer

Artikel Lainnya