Oleh: Zaenal Abidin
“Tat Twam Asi — Aku adalah kamu. Di jalan dharma, kita saling melihat sebagai sesama jiwa.”
suasana khidmat terasa sejak pagi di Pura Jati Agung Pramana. Doa pembuka oleh Pandita I Nyoman Resep menandai dimulainya sesi Sekolah Agama dan Kepercayaan (SAK) angkatan ke-2 yang membahas ajaran Hindu . Dalam sesi ini, para peserta diajak menyelami nilai-nilai utama Hindu bersama para narasumber: Made Dewa Budiana, I Wayan Suardika, dan Made Supartini pada hari Sabtu, 28 Juni 2025.
“Hindu tidak datang membawa agama, melainkan jalan dharma—jalan kebenaran,” ungkap Made Dewa Budiana mengawali diskusi.
Ia menjelaskan bahwa istilah “Hindu” sendiri lahir karena kedekatan ajaran dharma dengan Sungai Sindhu di India. Seiring waktu, istilah ini digunakan untuk menyebut kepercayaan yang berakar pada kitab suci Weda.
Masuk Hindu Melalui Proses Sudiwadani
Made Supartini menjelaskan bahwa seseorang yang ingin memeluk Hindu harus menjalani proses sudiwadani, yakni penyucian diri secara lahir dan batin.
“Sudi artinya baik. Wadani artinya jalan. Jadi ini adalah jalan yang baik untuk masuk ke jalan dharma,” terangnya.
Proses ini dilengkapi dengan pernyataan administratif, ritual penyucian, dan penyembahyangan, yang disaksikan oleh tiga saksi: dewa, manusia, dan alam.
Seseorang yang masuk Hindu disebut darmika, dan harus meyakini panca sraddha: percaya pada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi), atma (jiwa), karmapala (hukum sebab-akibat), punarbhawa (reinkarnasi), dan moksa (pelepasan dari siklus kelahiran).
Reinkarnasi dan Tujuan Hidup
Menurut I Wayan Suardika, Hindu percaya bahwa kehidupan bersifat siklik. Jiwa (atma) akan terus bereinkarnasi hingga mencapai moksa, yakni bersatunya jiwa dengan Tuhan.
“Kita tidak bisa tahu apakah seseorang sudah mencapai moksa, sama seperti kita tidak bisa memastikan siapa yang masuk surga atau neraka,” ujarnya.
Reinkarnasi bukan sekadar kelahiran kembali, tapi juga proses pembelajaran spiritual.
“Dalam kehidupan, kalau seseorang belum bisa melepaskan keterikatan duniawi, maka ia akan lahir kembali,” tambah Made Supartini.
Ada empat tahap kehidupan dalam Hindu: Brahmacari (belajar), Grihastha (berumah tangga), Wanaprastha (mengurangi keduniawian), dan Biksuka (mengabdi sepenuhnya pada Tuhan).
Karma: Hukum Abadi Tuhan
Konsep karma sering disalahpahami sebagai hukuman atau kutukan. Namun, bagi umat Hindu, karma adalah hukum alam yang adil dan abadi. “Tuhan tidak menghukum langsung, tetapi alam bekerja sesuai hukum sebab-akibat,” jelas Made Dewa Budiana. Karma yang baik akan menghasilkan kebaikan, dan sebaliknya. Bahkan, pikiran negatif pun sudah menciptakan jejak karma.
Yadnya dan Ketuhanan dalam Sehari-hari
Diskusi juga menyentuh konsep Yadnya, yakni persembahan kepada Sang Pencipta. Yadnya bukan sekadar upacara, tapi bentuk syukur atas kehidupan.
“Kami menyembah pohon bukan karena pohonnya, tapi karena Tuhan hadir dalam manfaat pohon bagi kehidupan,” terang Wayan.
Hindu mengenal banyak dewa dan dewi sebagai perwujudan sifat-sifat Tuhan yang esa.
“Tuhan tetap satu, tetapi bisa hadir dalam banyak rupa,” ujar Made Supartini. Simbol seperti Om dan praktik seperti yoga juga dijelaskan sebagai cara menyatu dengan Tuhan, bukan sekadar olahraga.
Perempuan dan Kesetaraan dalam Hindu
Salah satu peserta menanyakan apakah perempuan bisa memimpin sembahyang. Wayan menjelaskan bahwa perempuan boleh memimpin sembahyang, terlebih jika ia memiliki pengetahuan dan niat yang tulus. “Dalam Hindu, kesetaraan dijamin. Selama ia mampu, siapa pun boleh menjadi pemimpin upacara,” tegasnya.
Diskusi kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab yang hangat dan penuh rasa ingin tahu. Peserta bertanya tentang wayang, nama-nama dewi, hingga lambang-lambang dalam yoga. Acara ditutup dengan berkeliling pura dan menyimak langsung simbol-simbol spiritual Hindu yang penuh makna.
Diskusi ini menjadi bukti bahwa pemahaman lintas iman bisa dibangun lewat ruang-ruang perjumpaan yang terbuka, jujur, dan saling menghargai. Seperti ungkapan dalam Hindu, Tat Twam Asi—“aku adalah kamu”—yang mengajarkan kita untuk saling melihat kemanusiaan dalam diri satu sama lain. []