Lembaga:

Dukung kami dengan donasi melalui Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58 a.n. Yayasan Fahmina

Dari Cirebon untuk Indonesia: Merumuskan Kebijakan Pencegahan Ekstremisme yang Berakar pada Nilai Lokal

Workshop dua hari pada Rabu–Kamis, 25–26 Juni 2025, di salah satu hotel di kawasan Cirebon, merumuskan arah kebijakan daerah untuk pencegahan ekstremisme kekerasan dengan pendekatan yang kolaboratif dan berkeadilan.

Oleh: Zaenal Abidin

Ketua Yayasan Fahmina, Marzuki Rais, menegaskan pentingnya pendekatan yang berbasis kebutuhan lokal dalam mencegah ekstremisme kekerasan. Dalam workshop dua hari yang melibatkan berbagai unsur pemerintah, masyarakat sipil, dan tokoh lintas iman, Cirebon kembali menunjukkan komitmennya untuk menjadi wilayah yang inklusif dan toleran.

Di tengah peningkatan kekhawatiran akan ekstremisme kekerasan yang terus mengintai wilayah-wilayah strategis di Indonesia, dua kabupaten di Jawa Barat — Cirebon dan Majalengka — perlahan bangkit dengan pendekatan yang lebih partisipatif dan berbasis komunitas. Selama dua hari, para tokoh lintas sektor berkumpul dalam Workshop Integrasi dan Implementasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) dalam Kebijakan Daerah untuk Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme yang Mengarah pada Terorisme. Kegiatan ini digagas Yayasan Fahmina sebagai bagian dari advokasi Rencana Aksi Nasional Pencegahan Ekstremisme Kekerasan (RAN PE) yang telah masuk RPJMN 2025–2029.

“Ini bukan kegiatan pertama. Kami telah menggelar puluhan workshop serupa sejak Perpres No. 7 Tahun 2021 diterbitkan. Tapi hari ini, kita fokus menyusun Peraturan Bupati agar pelaksanaan RAN PE benar-benar menyesuaikan kebutuhan lokal,” tegas Marzuki Rais, Ketua Yayasan Fahmina, membuka acara.

Dari Desa untuk Indonesia

Pendekatan Fahmina dan mitra bukan sekadar pelatihan, melainkan pendalaman persoalan dan penyusunan langkah nyata. “Kami melakukan verifikasi langsung ke desa-desa, menemukan bahwa mereka yang terpapar ekstremisme banyak dari kalangan muda,” jelas Marzuki.

Langkah Fahmina mendapat dukungan dari Kesbangpol Cirebon. Syamsidah, Kepala Kesbangpol, menyebut bahwa 40 kecamatan di Kabupaten Cirebon telah membentuk Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), yang bekerja sama dengan Densus 88, Babinsa, dan Babinkamtibmas.

“Desa adalah ujung tombak. Kalau mereka kuat dan sadar, maka potensi ekstremisme bisa ditekan,” kata Syamsidah.

Namun demikian, tantangan tetap besar. Kabupaten Cirebon mencatat sekitar 60 individu masuk dalam pengawasan terkait paham radikal. Bahkan di wilayah Jamblang, beberapa kelompok eksklusif sudah teridentifikasi.

Majalengka: Luka Lama dan Harapan Baru

Majalengka punya sejarah panjang dalam menghadapi ekstremisme. Tahun 2005, pelaku bom Bali II diketahui pernah mengajar di daerah ini. Aqsartani, penyuluh agama Islam yang kini aktif di Kemenag Majalengka, menyampaikan keresahannya.

“Kami pernah nyaris punya bupati dengan visi ‘Majalengka bebas ekstremisme’. Tapi Desember 2024, empat orang kembali ditangkap,” ungkapnya getir.

Kenyataan ini membuat penyuluh agama di Majalengka ingin lebih terlibat. “Kami harap penyuluh lintas agama, tidak hanya Islam, dilibatkan dalam forum-forum RAD PE ke depan,” pintanya.

RAD PE: Harapan Tanpa Stigma

Alfrida dari BNPT menegaskan bahwa penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD PE) tidak seharusnya menimbulkan stigma. “Justru RAD PE ini alat untuk membaca tantangan lokal dan meresponsnya secara sistemik. Tidak ada satu format tunggal,” jelasnya.

BNPT juga menyampaikan bahwa fase kedua RAN PE (2025–2029) kini menekankan pendekatan keselamatan manusia, dengan sembilan tema utama, mulai dari ketahanan komunitas hingga perlindungan saksi dan korban.

Yang penting, lanjut Alfrida, “Daerah harus punya komitmen, pelaporan yang konsisten, dan mau berjejaring. Kami akan bantu fasilitasi jika ada inisiatif lokal.” []

Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58 a.n. Yayasan Fahmina

Terkait

Bukan Pedang tapi Pelukan: Dakwah Nusantara Merawat Moderasi di Tengah Radikalisasi Virtual

Oleh: Muhammad Nashrul Abdillah "Di tengah radikalisasi virtual, yang kita butuhkan bukan pedang, melainkan pelukan yang meneduhkan." Keseimbangan antara nilai universal...

Populer

Artikel Lainnya